Piknik ke Telaga Warna Puncak

Telaga Warna

Libur akhir tahun rasanya kok pengen ngadem sejenak. Saya diskusi kemana sih enaknya liburan di puncak Bogor ini, dan disepakatilah ke Telaga Warna yang ada di Puncak Bogor. Untuk informasi, saya sudah beberapa kali ke Telaga Warna ini, karena dulu jadi trek saya kalau sepedaan. Kalau istri belum pernah ke sini.

Saya berangkat dari Bekasi jam 8 teng. Masuk menyusuri tol lingkar luar Jakarta lalu masuk ke Jagorawi. Selama di jalan tol sih lancar jaya. Maklum liburan. Nah mulai macet ketika keluar pintu tol Ciawi. Jalur puncak sudah dibuat satu arah ke arah Puncak. Saya pikir akan lancar, ternyata tetap macet.

Macet disebabkan, ya karena volume mobil yang lewat banyak. Macet-macetan di Jalan raya Puncak merupakan bonus untuk yang akan berwisata saat hari libur gini. Enggak apa-apa dinikmati saja. Demi ngadem di Telaga Warna, Puncak.

Telaga Warna dari Sudut Lain

Hampir waktu adzan Dhuhur, saya memasuki area wisata Telaga Warna. Di depan gerbang sudah ada beberapa petugas tiket yang melayani kami. Saya lupa biayanya berapa tapi sudah include parkir, tiket dan asuransi.

Siapkan diri ya, jalannya agak offroad dikit, tapi rata kok dan juga luas, cukup lah untuk bawa mobil dengan nyaman.

Pas sampai gerbang pemeriksaan tiket, saya mengeluarkan bekal yang akan dibawa ke dalam. Pas tau saya bawa perlengkapan makan siang, saya diingatkan sama penjaga wisatanya. Saya lupa namanya. Beliau mengingatkan untuk tidak bawa makan ke dalam telaga warna. Khawatir direbut sama monyet di sana. Terimakasih sudah memberi tahu kami tentang larangan membawa makanan di area Telaga Warna.

Jembatan dari Sudut Lain

Jadi ketentuannya di Telaga Warna adalah jangan makan atau jangan membawa makanan di area Telaga Warna, lalu jangan membawa barang yang berwarna mencolok yang bisa memancing perhatian para monyet. Tanya sama petugasnya jika mau makan, nanti akan ditunjukkan tempat yang aman.

Saya masuk, lalu mata mulai waspada dengan monyet-monyet. Bukan apa-apa anak saya takut, hehe. Sebenarnya sih tidak apa-apa monyetnya. Mereka nggak ganggu pengunjung. Bahkan banyak pengunjung yang ngasih makan monyet-monyet ini dengan kacang.

Telaga Warna ini ada di antara tebing tinggi gitu. Telaganya sih warnanya hijau seperti telaga pada umumnya. Saya juga bingung kenapa disebut Telaga Warna. Kalau ada pembaca yang tahu, bisa infokan ke saya di kolom komentar, hehe. Tempatnya luas, tenang hawanya dingin. Telaga ini sebenarnya nggak jauh dari jalan raya, tapi terasa tenang. Penat macet-macetan hilang seketika.

Jembatan di Telaga Warna

Saya melipir ke arah kiri, di sini ada semacam jembatan kayu yang menghubungkan bangunan-bangunan unik seperti bungalow gitu. Bangunan ini beratap lancip di kedua ujungnya. Entah ini arsitektur apa. Mungkin disewakan, tapi saya tidak cari tahu lebih lanjut. Pohonnya besar-besar, jadi adeeeeeeemmm… Suasananya kaya di tengah hutan.

Jembatan ini panjang, kamu bakal bisa banget jalan-jalan dengan puas. Jangan lupa foto. Saya betah di sini. Rasanya pengen punya rumah kaya gini. Tapi nggak pakai monyetnya. Sayang nggak bisa makan bersama di sini. Coba bisa makan di sini pasti lebih mantab jaya.

Buat kamu yang Muslim di sini ada juga tempat Sembahyang, ada di dekat pos pemeriksaan tiket tadi. Ada juga restoran yang menghadap kebun teh yang luas. Pokoknya memandang kemanapun segar. Setelah beberapa lama saya di sana akhirnya memutuskan untuk mengakhiri kunjungan. Sepertinya jalan raya puncak sudah dibuka searah turun.

Oiya karena tadi saya nggak bisa makan di dalam, saya ditunjukkan sama petugas Telaga Warna makan di pinggir kebun teh yang ada di pintu masuk. Pas ngambil makanan dari mobil pun dikawal sama petugasnya, katanya untuk menghalau monyet jika mau merebut makanan. Terimakasih Pak Petugas.

Tulisan ini menarik? Dukung kami untuk selalu memberikan konten yang menarik dengan terus membaca tulisan di Blog ini dan klik Daftar isi untuk membaca tulisan menarik lainnya.



Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

6 Komentar