
Pusing ya lihat berita politik saat ini. Saya aja udah mumet, padahal kan nggak digaji ya mikirin politik, dan belum tentu juga dapat pahala. Tsssaahh. Untuk mendinginkan pikiran yuk kita wisata religi ke Sunan Drajat Lamongan. Selain untuk mengingat mati yang merupakan manfaat terbaik ziarah kubur, juga bisa dapetin inspirasi dari perjalanan hidup anggota Walisongo ini.
Oke cerita sedikit tentang Sunan Drajat, ya. Raden Qosim adalah nama asli Sunan Drajat. Beliau adalah putra dari Sunan Ampel, seorang Imam di Ampeldenta pada zaman Majapahit. Artinya Raden Qasim adalah saudara kandung dari Raden Makdum Ibrahim yang bergelar Sunan Bonang, yang dimakamkan di Tuban. Menurut Sejarawan Agus Sunyoto dalam bukunya Atlas Walisongo, Sunan Drajat memiliki banyak nama selain Raden Qasim, sebut saja Masaikh Munat, Raden Syarifuddin, Maulana Hasyim, Pangeran Kadrajat, Sunan Mayang Madu, dan yang terkenal tentu saja Sunan Drajat.
Makam sunan Drajat terletak di Desa Drajat, kecamatan Paciran, Kabupaten Lamongan, Provinsi Jawa Timur. Kalau Kamu dari arah Surabaya, Kamu ambil arah Gresik kemudian ke arah Sedayu. Terus saja ke arah Paciran. Kalau dari Gresik butuh waktu sekitar 30 menit, jadi kalau dari Surabaya sekitar 1 jam 30 menit. Kalau Kamu dari arah Semarang Kamu susuri aja jalan Pantura, ketika sampai di pertigaan Jalan Manunggal Utara, Tuban, ambil lurus terus ke arah Paciran. Kemudian melewati Wisata Bahari Lamongan dan ada petunjuk ke arah kanan, itu lah makam Sunan Drajat. Kalau dari Tuban sama sepertinya dengan dari Surabaya, butuh waktu sekitar 1 jam 30 menit.
Ketika sampai di gerbang masuknya, Kamu akan diminta untuk membayar retrebusi. Saya lupa besarannya tapi murah kok tenang aja. Retrebusi tersebut sudah termasuk parkir kendaraan. Kalau hari libur, wisatawannya banyak banget, biasanya menggunakan Bis ukuran besar. Setelah itu langsung menuju komplek makam Sunan Drajat dengan berjalan kaki. Jangan heran ya, ini Pantura jadi ya panas. Tapi tenang panasnya cuma sementara, hanya diparkirannya saja, setelah sampai di komplek pemakamannya sejuk kok.
Seperti makam walisongo lainnya, makam Sunan Drajat juga terdapat dalam bangunan cungkup berarsitektur Jawa. Ketika memasuki makam, kamu akan melewati gerbang batu berukir khas Jawa yang sudah terpengaruh Islam, misalnya ukiran-ukiran yang bermotif tumbuhan, bunga atau daun, ini karena Islam melarang motif-motif binatang maupun manusia. Setelah itu naik ke cungkup. Ketika Kamu mau masuk ke cungkup utama, Kamu diharuskan menunduk dalam. Soalnya atap cungkupnya rendah banget. Ini juga penuh filosofi, kalau Kamu bertamu apalagi kepada tokoh yang dihormati, kamu harus menundukkan pandangan, yang sopan maksudnya.
Suasana di sini akan membuat Kamu tenang. Gimana nggak tenang, selama di sini Kamu nggak akan putus-putusnya mendengarkan orang berdzikir dan membaca Kitab Suci Alquran. Ada juga yang berdoa, tentunya berdoa kepada Allah, semoga Mbah Sunan Drajat diberikan tempat yang terbaik di sisi Allah. Di sekitar makam, Kamu juga akan menemui wasiat-wasiat Sunan Drajat, yang paling masyhur adalah empat wasiat ini.
Wenehono teken marang wong kang wutho
Wenehono pangan marang wong kang keluwen
Wenehono payung marang wong kang kaudanan
Wenehono sandang marang wong kang kawudan
Mau tahu artinya? Ayo ke makam Sunan Drajat :-P Hehehe. Kamu juga, jangan hanya lihat-lihat aja ya ketika di makam Sunan Drajat. Mari berdoa untuk Sunan Drajat dan anggota walisongo lainnya yang telah berhasil mengislamkan Nusantara tanpa penaklukan. Karena mereka tahu dakwah yang damai adalah satu-satunya jalan untuk menyebarkan Islam yang sejatinya memang agama untuk perdamaian. Setelah selesai berdoa, yuk keluar dengan sopan dari area pemakaman.
Keluar dari area pemakaman, Kamu akan melewati pasar yang menjajakan jajanan khas Pantura, yang mendominiasi tentu saja makanan laut. Kamu dengan mudah mendapatkan aneka produk yang dibuat dari ikan laut atau lainnya yang berasal dari laut. Kalau saya yang paling kangen itu ya peyek udangnya yang gede-gede itu. Pasar ini cukup panjang, jadi jangan lupa buat borong, ya.
Nah sebelum sampai di pasar, pada saat Kamu keluar, Kamu akan melewati museum Sunan Drajat. Masuk saja, gratis kok! Museum ini menyimpan koleksi peninggalan Sunan Drajat. Ada bedug dan kentongan, kemudian set gamelan, tombak, kursi goyang dan lain-lain. Karena gratis, maka jaga kebersihan ya. Baca baik-baik keterangan benda-benda tersebut, supaya kita bisa dapet inspirasi dan teladan sikap penyebar Islam zaman dahulu.
Oke baik habis itu Kamu bisa lanjut ke wisata-wisata di sekitar Drajat. Kalau Kamu suka pantai, hawong ini pantura jadi sepanjang jalan ya isinya pantai aja. Kalau mau menikmati pantai, Kamu tinggal pinggirin kendaraan, banyak warung berjejer di pinggir jalan yang menawarkan minuman dan pemandangan pantai yang keren itu. Udah nggak mumet lagi, kan? Selamat berlibur! Ingat ya jaga sikap ketika travelling, taati aturan apapun yang ada di tempat wisata.
Salah satu cara menenangkan pikiran bisa berziarah ke para Wali.
Yap…
Terakhir ikut ziarah ke wali-wali pas SD, sudah lama sekali ternyata. Ke Lamongan sempet nyicipin nasi boranan enggak kang rudi?
Enak banget, sekarang banyak di pinggir-pinggir jalan, nasi boranannya.
Wahh ziarah ke salah satu sunan. Bagus nih kayanya disana tempatnya adem juga ya mas kayanya
Adem walaupun ada di Pantura :-)
kapan-kapan ke sana ah, mau tau banget
salam
gabrilla
Yuk!
lumayan dapat cerita, saya belum pernah kesana walaupun dekat rumah.
Ayo Ziarah! supaya tahu gimana leluhur kita bersikap atas suatu permasalahan.