Siapa yang Kurban? Rahasia!

Suasana Pengemasan Daging di Mushola Mukhlishin Kapu Etan
Suasana Pengemasan Daging di Mushola Mukhlishin Kapu Etan

Kamis (24/9/2015) hari ini bertepatan dengan 10 Dzulhijah 1436 H. Semalaman ndak bisa tidur gara-gara kelaperan dan dilanda mager berat, bangun jam 5 karena dibangunin anak-anak kos ngajakin bareng ke Masjid Sembahyang Ied. Bangun dengan males-malesan, mandi cepat, pake sarung dan baju taqwa, (Apa itu baju taqwa?) di desa ndak kenal baju koko, kenalnya baju taqwa.

Menuju ke masjid An-Nur deket kos, belum banyak yang hadir. Padahal kalau dikampung selalu paling belakang berangkat deket-deket bilal bilang “Assholatu Jami’ah”. Ya ndak apa-apa lah, ikut takbiran di Masjid sambil sentuk-sentuk karena emang ngantuk parah.

Setelah sembahyang, saya mencoba untuk adil sama badan saya. Saya tidur sejenak. Tapi ditengah-tengah tidur ditelpon sama Mas B. Mas B bilang tenda untuk acara Kurban besok di Kantor sudah datang. Duh! yowes ndak pakai lama, cuci muka berangkat ke kantor. Ngapain? Nungguin orang masang tenda :-D

Terus gimana dengan dikampung saya? Saya semalem di sms Ibuk “Cung, dirumah ada kambing 8”. Saya langsung berucap “Alhamdulillah” banyak banget itu. Jaman saya kecil, orang Kurban kadang-kadang sama sekali nggak ada, dan tahun ini bisa sampai 8 ekor.

Yang Kurban Rahasia

Berbeda dengan di tempat lain, di desa ada yang unik. Kurban tidak pakai panitia-panitiaan. Kambing juga ndak di daftar-daftarkan. Pekurban datang langsung pagi hari setelah Sembahyang Ied di Masjid. Kejadian hari ini juga sama.

Banyak temen-temen di medsos tanya “Sesok sopo sing kurban?” tapi belas ndak ada yang tahu. Baru pagi inilah ketahuan siapa yang kurban dan berapa jumlah total yang dikurbankan. Keren kan? Keren lah orang desa gitu lho. Orang desa ndak butuh pengumuman kalau mau ibadah. Dan orang desa ndak perlu rapat ribet-ribet untuk sekedar menyelenggarakan Kurban.

Kalau saya lihat sih, karena di desa itu jelas otoritasnya. Maksud saya begini, orang desa sudah sangat percaya dan nurut dengan kiainya. Nah jadi ndak perlu panitia-panitiaan. Langsung diputuskan oleh kiainya teknis penyembelihannya sampai siapa saja yang akan diberikan daging kurban. Selain di desa ndak ada otoritas tunggal seperti ini, semuanya ingin ikut memutuskan, jadinya ya itu rapat terus ora putus-putus :-D

Penyaluran

Tahun ini saya jadi panitia juga di kantor, walaupun ndak pernah ikut rapat. Saya lihat nyawa panitia ini ada di penerimaan dan penyaluran. Penerimaan pusing menuruti permintaan aneh-aneh pekurban, emang hak-nya pekurban sih, tapi kadang bikin ribet. Penyaluran lebih pusing lagi nyeleksi proposal dan mengatur teknis penyalurannya.

Berbeda dengan di desa. Seperti paragraf sebelumnya, di desa sudah ada otoritas yaitu kiai. Jadi Kiailah yang memberi petunjuk kepada siapa saja daging ini dibagikan. Oiya kemarin baca ndak berita di detik.com? Bupati Purwakarta mengeluarkan peraturan untuk penyaluran dilarang menggunakan kupon atau antrian tapi harus langsung dianterin ke penerima.

Hahahahaha…. Peraturan kaya gitu sih diketawain pak sama orang desa. Lhawong dari ratusan tahun lalu, di desa sudah seperti itu sistemnya. Penyalur Kurban mengantarkan satu persatu dagingnya dengan sopan dan bermartabat. Tidak seperti tempat lain, berdesak-desakan kadang ada yang dilempar dagingnya. Ya Allah, itu panitianya ngaji dimana?

Nah itu Kurban di Desa. Monggo satene di icip-icip. Sama legen juga lebih josss… Apa ndak tahu legen? Mampirlah ke desa Kapu Kecamatan Merakurak Tuban :-D Selamat hari raya besar.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

2 Komentar